Kamis, 02 Desember 2010

sejarah kerajaan islam di indonesia

Nama : Umi farida
Kelas : XI IPA 3
No     : 38

Sejarah Aceh

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Aceh (bahasa Belanda: Atchin atau Acheh, bahasa Inggris: Achin, bahasa Perancis: Achen atau Acheh, bahasa Arab: Asyi, bahasa Portugis: Achen atau Achem, bahasa Tionghoa: A-tsi atau Ache)[1][2] yang sekarang dikenal sebagai provinsi Nanggröe Aceh Darussalam memiliki akar budaya bahasa dari keluarga bahasa Monk Khmer proto bahasa Melayu [3]dengan pembagian daerah bahasa lain seperti bagian selatan menggunakan bahasa Aneuk Jame sedangkan bagian Tengah, Tenggara, dan Timur menggunakan bahasa Gayo untuk bagian tenggara menggunakan bahasa Alas seterusnya bagian timur lebih ke timur lagi menggunakan bahasa Tamiang demikian dengan kelompok etnis Klut yang berada bagian selatan menggunakan bahasa Klut sedangkan di Simeulue menggunakan bahasa Simeulue akan tetapi masing-masing bahasa setempat tersebut dapat dibagi pula menjadi dialek. Bahasa Aceh, misalnya, adalah berbicara dengan sedikit perbedaan di Aceh Besar, di Pidie, dan di Aceh Utara. Demikian pula, dalam bahasa Gayo ada Gayo Lut, Gayo Deret, dan dialek Gayo Lues dan kelompok etnis lainnya Singkil yang berada bagian tenggara (Tanoh Alas) menggunakan bahasa Singkil. sumber sejarah lainnya dapat diperoleh antara lain seperti dari hikayat Aceh, hikayat rajah Aceh dan hikayat prang sabii yang berasal dari sejarah narasi yang kemudian umumnya ditulis dalam naskah-naskah aksara Jawi (Jawoe). Namun sebagaimana kelemahan dari sejarah narasi yang berdasarkan pinutur ternyata menurut Prof. Ibrahim Alfian bahwa naskah Hikayat Perang Sabil mempunyai banyak versi dan satu dengan yang lain terdapat perbedaan demikian pula dengan naskah Hikayat Perang Sabil versi tahun 1710 yang berada di perpustakaan Universitas Leiden di negeri Belanda.[4]
Bahasa Mon-Khmer:
Bahasa Brao, Bahasa Kreung, Bahasa Tampuan, Bahasa Bunong dan Bahasa Kui.
Paleografi bahasa Mon-Khmer.
Awal Aceh dalam sumber antropologi disebutkan bahwa asal-usul Aceh berasal dari suku Mantir (atau dalam bahasa Aceh: Mantee)[5] yang mempunyai keterkaitan dengan Mantera di Malaka yang merupakan bagian dari bangsa Mon Khmer (Monk Khmer).[6] Menurut sumber sejarah narasi lainnya disebutkan bahwa terutama penduduk Aceh Besar tempat kediamannya di kampung Seumileuk yang juga disebut kampung Rumoh Dua Blaih (desa Rumoh 12), letaknya di atas Seulimeum antara kampung Jantho dengan Tangse. Seumileuk artinya dataran yang luas dan Mantir kemudian menyebar ke seluruh lembah Aceh tiga segi dan kemudian berpindah-pindah ke tempat-tempat lain.[7]

sejarah kerajaan islam di indonesia

Nama : Umi farida
Kelas : XI IPA 3
No    : 38
Kerajaan Islam di Sulawesi
Di Sulawesi terdapat beberapa kerajaan di antaranya: Gowa Tallo, Bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Kerajaan Gowa Tallo merupakan kerajaan kembar yang saling berbatasan dan terletak di semenanjung Sulawesi dan merupakan daerah strategis.
Sejak Gowa Tallo sebagai pusat perdagangan laut, kerajaan ini menjalin hubungan dengan Ternate yang sudah menerima Islam dari Gresik. Raja Ternate yakni Baabullah mengajak raja Gowa Tallo untuk masuk Islam, tapi gagal. Baru pada masa Raja Datu Ri Bandang datang ke Kerajaan Gowa Tallo agama Islam mulai masuk ke kerajaan ini.


Setahun kemudian hampir seluruh penduduk Gowa Tallo memeluk Islam. Mubaligh yang berjasa menyebarkan Islam adalah Abdul Qodir Khotib Tunggal yang berasal dari Minangkabau.
Raja Gowa Tallo sangat besar perannya dalam menyebarkan Islam, sehingga bukan rakyat saja yang memeluk Islam tapi kerajaan-kerajaan disekitarnya juga menerima Islam, seperti Luwu, Wajo, Soppeg, dan Bone. Wajo menerima Islam tahun 1610 M. Raja Bone pertama yang menerima Islam bergelar Sultan Adam.

sejarah kerajaan islam di indonesia

Nama : umi farida
Kelas : XI IPA 3
No.    : 38
artikel sejarah islam, Kerajaan mataram berdiri pada tahun 1582. pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Para raja yang pernah memerintah di Kerajaan mataram yaitu penembahan senopati (1584 – 1601), panembahan Seda Krapyak (1601 – 1677).
dalam sejarah islam, Kesultanan mataram memiliki peran yang cukup penting dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan islam di Nusantara (indonesia). Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengislamkan para penduduk daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka agama, hingga pengembangan kebudayaan yang bercorak islam di jawa.
Pada awalnya daerah mataram dikuasai kesultanan pajang sebagai balas jasa atas perjuangan dalam mengalahkan Arya Penangsang. Sultan Hadiwijaya menghadiahkan daerah mataram kepada Ki Ageng Pemanahan. Selanjutnya, oleh ki Ageng Pemanahan Mataram dibangun sebagai tempat permukiman baru dan persawahan.
Akan tetapi, kehadirannya di daerah ini dan usaha pembangunannya mendapat berbagai jenis tanggapan dari para penguasa setempat. Misalnya, Ki Ageng Giring yang berasal dari wangsa Kajoran secara terang-terangan menentang kehadirannya. Begitu pula ki Ageng tembayat dan Ki Ageng Mangir. Namun masih ada yang menerima kehadirannya, misalnya ki Ageng Karanglo. Meskipun demikian, tanggapan dan sambutan yang beraneka itu tidak mengubah pendirian Ki Ageng Pemanahan untuk melanjutkan pembangunan daerah itu. ia membangun pusat kekuatan di plered dan menyiapkan strategi untuk menundukkan para penguasa yang menentang kehadirannya.
Pada tahun 1575, Pemahanan meninggal dunia. Ia digantikan oleh putranya, Danang Sutawijaya atau Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Di samping bertekad melanjutkan mimpi ayahandanya, ia pun bercita-cita membebaskan diri dari kekuasaan pajang. Sehingga, hubungan antara mataram dengan pajang pun memburuk.
Hubungan yang tegang antara sutawijaya dan kesultanan Pajang akhirnya menimbulkan peperangan. Dalam peperangan ini, kesultanan pajang mengalami kekalahan. Setelah penguasa pajak yakni hadiwijaya meninggal dunia (1587), Sutawijaya mengangkat dirinya menjadi raja Mataram dengan gelar penembahan Senopati Ing Alaga. Ia mulai membangun kerajaannya dan memindahkan senopati pusat pemerintahan ke Kotagede. Untuk memperluas daerah kekuasaanya, penembahan senopati melancarkan serangan-serangan ke daerah sekitar. Misalnya dengan menaklukkan Ki Ageng Mangir dan Ki Ageng Giring.
sejarah islam
Pada tahun 1590, penembahan senopati atau biasa disebut dengan senopati menguasai madiun, yang waktu itu bersekutu dengan surabaya. Pada tahun 1591 ia mengalahkan kediri dan jipang, lalu melanjutkannya dengan penaklukkan Pasuruan dan Tuban pada tahun 1598-1599.
sejarah islam
panembahan senopati
Sebagai raja islam yang baru, panembahan senopati melaksanakan penaklukkan-penaklukan itu untuk mewujudkan gagasannya bahwa mataram harus menjadi pusat budaya dan agama islam, untuk menggantikan atau melanjutkan kesultanan demak. Disebutkan pula dalam cerita babad bahwa cita-cita itu berasal dari wangsit yang diterimanya dari Lipura (desa yang terletak di sebelah barat daya Yogyakarta). Wangsit datang setelah mimpi dan pertemuan senopati dengan penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul, ketika ia bersemedi di Parangtritis dan Gua Langse di Selatan Yogyakarta. Dari pertemuan itu disebutkan bahwa kelak ia akan menguasai seluruh tanah jawa.
Sistem pemerintahan yang dianut kerajaan mataram islam adalah sistem Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak adaa pada diri sulta. Seorang sultan atau raja sering digambarkan memiliki sifat keramat, yang kebijaksanaannya terpacar dari kejernihan air muka dan kewibawannya yang tiada tara. Raja menampakkan diri pada rakyat sekali seminggu di alun-alun istana.
Selain sultan, pejabat penting lainnya adalah kaum priayi yang merupakan penghubung antara raja dan rakyat. Selain itu ada pula panglima perang yang bergelar Kusumadayu, serta perwira rendahan atau Yudanegara. Pejabat lainnya adalah Sasranegara, pejabat administrasi.
Dengan sistem pemerintahan seperti itu, Panembahan senopati terus-menerus memperkuat pengaruh mataram dalam berbagai bidang sampai ia meninggal pada tahun 1601. ia digantikan oleh putranya, Mas Jolang atau Penembahan Seda ing Krapyak (1601 – 1613).
Peran mas Jolang tidak banyak yang menarik untuk dicatat. Setelah mas jolang meninggal, ia digantikan oleh Mas Rangsang (1613 – 1645). Pada masa pemerintahannyalah Mataram mearik kejayaan. Baik dalam bidang perluasan daerah kekuasaan, maupun agama dan kebudayaan.
Pangeran Jatmiko atau Mas Rangsang Menjadi raja mataram ketiga. Ia mendapat nama gelar Agung Hanyakrakusuma selama masa kekuasaan, Agung Hanyakrakusuma berhasil membawa Mataram ke puncak kejayaan dengan pusat pemerintahan di Yogyakarta.
Gelar “sultan” yang disandang oleh Sultan Agung menunjukkan bahwa ia mempunyai kelebihan dari raja-raja sebelumnya, yaitu panembahan Senopati dan Panembahan Seda Ing Krapyak. Ia dinobatkan sebagai raja pada tahun 1613 pada umur sekitar 20 tahun, dengan gelar “Panembahan”. Pada tahun 1624, gelar “Panembahan” diganti menjadi “Susuhunan” atau “Sunan”.
Pada tahun 1641, Agung Hanyakrakusuma menerima pengakuan dari Mekah sebagai sultan, kemudian mengambil gelar selengkapnya Sultan Agung Hanyakrakusuma Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman.
Karena cita-cita Sultan Agung untuk memerintah seluruh pulau jawa, kerajaan Mataram pun terlibat dalam perang yang berkepanjangan baik dengan penguasa-penguasa daerah, maupun dengan kompeni VOC yang mengincar pulau Jawa.
Pada tahun 1614, sultan agung mempersatukan kediri, pasuruan, lumajang, dan malang. Pada tahun 1615, kekuatan tentara mataram lebih difokuskan ke daerah wirasaba, tempat yang sangat strategis untuk menghadapi jawa timur. Daerah ini pun berhasil ditaklukkan. pada tahun 1616, terjadi pertempuran antara tentara mataram dan tentara surabaya, pasuruan, Tuban, Jepara, wirasaba, Arosbaya dan Sumenep. Peperangan ini dapat dimenangi oleh tentara mataram, dan merupakan kunci kemenangan untuk masa selanjutnya. Di tahun yang sama Lasem menyerah. Tahun 1619, tuban dan Pasuruan dapat dipersatukan. Selanjutnya mataram berhadapan langsung dengan Surabaya. Untuk menghadapi surabaya, mataram melakukan strategi mengepung, yaitu lebih dahulu menggempur daerah-daerah pedalaman seperti Sukadana (1622) dan Madura (1624). Akhirnya, Surabaya dapat dikuasai pada tahun 1625.
Dengan penaklukan-penaklukan tersebut, Mataram menjadi kerajaan yang sangat kuat secara militer. Pada tahun, 1627, seluruh pulau jawa kecuali kesultanan Banten dan wilayah kekuasaan kompeni VOC di Batavia ttelah berhasil dipersatukan di bawah mataram. Sukses besar tersebut menumbuhkan kepercayaan diri sultan agung untuk menantang kompeni yang masih bercongkol di Batavia. Maka, pada tahun 1628, Mataram mempersiapkan pasukan di bawah pimpinan Tumengggung Baureksa dan Tumenggung Sura Agul-agul, untuk menggempur batavia.
Sayang sekali, karena kuatnya pertahanan belanda, serangan ini gagal, bahkan tumengggung Baureksa gugur. Kegagalan tersebut menyebabkan matara bersemangat menyusun kekuatan yang lebih terlatih, dengan persiapan yang lebih matang. Maka pada pada 1629, pasukan Sultan Agung kembali menyerbu Batavia. Kali ini, ki ageng Juminah, Ki Ageng Purbaya, ki Ageng Puger adalah para pimpinannya. Penyerbuan dilancarkan terhadap benteng Hollandia, Bommel, dan weesp. Akan tetapi serangan ini kembali dapat dipatahkan, hingga menyebabkan pasukan mataram ditarik mundur pada tahun itu juga. Selanjutnya, serangan mataram diarahkan ke blambangan yang dapat diintegrasikan pada tahun 1639.
Di luar peranan politik dan militer, Sultan Agung dikenal sebagai penguasa yang besar perhatiannya terhadap perkembangan islam di tanah jawa. Ia adalah pemimpin yang taat beragama, sehingga banyak memperoleh simpati dari kalangan ulama. Secara teratur, ia pergi ke masjid, dan para pembesar diharuskan mengikutinya. Untuk memperkuat suasana keagamaan, tradisi khitan, memendekkan rambut bagi pria, dan mengenakan tutup kepala berwarna putih, dinyatakan sebagai syariat yang harus ditaati.
Bagi sultan Agung, kerajaan mataram adalah kerajaan islam yang mengemban amanat Tuhan di tanah jawa. Oleh sebab itu, struktur serta jabatan kepenghuluan dibangun dalam sistem kekuasaan kerajaan. Tradisi kekuasaan seperti sholat jumat di masjid, grebeg ramadan, dan upaya pengamanalan syariat islam merupakan bagian tak terpisahkan dari tatanan istana.

sejarah kerajaan islam di indonesia

nama; ambar arivah
no ;4
kelas:xi ipa 3

Kesultanan Pajang

Menurut naskah babad, Andayaningrat gugur di tangan Sunan Ngudung saat terjadinya perang antara Majapahit dan Demak. Ia kemudian digantikan oleh putranya, yang bernama Raden Kebo Kenanga, bergelar Ki Ageng Pengging. Sejak saat itu Pengging menjadi daerah bawahan Kesultanan Demak.
Beberapa tahun kemudian Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh hendak memberontak terhadap Demak. Putranya yang bergelar Jaka Tingkir setelah dewasa justru mengabdi ke Demak.
Prestasi Jaka Tingkir yang cemerlang dalam ketentaraan membuat ia diangkat sebagai menantu Sultan Trenggana, dan menjadi bupati Pajang bergelar Hadiwijaya. Wilayah Pajang saat itu meliputi daerah Pengging (sekarang kira-kira mencakup Boyolali dan Klaten), Tingkir (daerah Salatiga), Butuh, dan sekitarnya.
Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, Sunan Prawoto naik takhta, namun kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu Arya Penangsang bupati Jipang tahun 1549. Setelah itu, Arya Penangsang juga berusaha membunuh Hadiwijaya namun gagal.
Dengan dukungan Ratu Kalinyamat (bupati Jepara putri Sultan Trenggana), Hadiwijaya dan para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Ia pun menjadi pewaris takhta Kesultanan Demak, yang ibu kotanya dipindah ke Pajang.

Perkembangan

Pada awal berdirinya tahun 1549, wilayah Kesultanan Pajang hanya meliputi sebagian Jawa Tengah saja, karena negeri-negeri Jawa Timur banyak yang melepaskan diri sejak kematian Sultan Trenggana.
Pada tahun 1568 Sultan Hadiwijaya dan para adipati Jawa Timur dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam kesempatan itu, para adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang di atas negeri-negeri Jawa Timur. Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama dari Surabaya (pemimpin persekutuan adipati Jawa Timur) dinikahkan dengan putri Sultan Hadiwijaya.
Negeri kuat lainnya, yaitu Madura juga berhasil ditundukkan Pajang. Pemimpinnya yang bernama Raden Pratanu alias Panembahan Lemah Dhuwur juga diambil sebagai menantu Sultan Hadiwijaya.

sejarah kerajaan islam di indonesia

nama; ambar arivah
no;4
kls;xi ipa 3
Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam yang pertama di Pulau Jawa.
Kerajaan Demak berdiri sekitar abad ke-15 M. Pendiri kerajaan ini adalah
Raden Patah, seorang putra Raja Majapahit Kertawijaya yang menikah dengan
putri Campa. Secara geografis Demak terletak di Jawa Tengah.
Pada masa Kerajaan Majapahit, Demak merupakan salah satu wilayah
kekuasaannya. Ketika Kerajaan Majapahit mengalami kehancuran akibat
perang saudara tahun 1478, Demak bangkit menjadi kerajaan Islam yang
pertama di Pulau Jawa. Candrasangkala pada Masjid Demak menyatakan
bahwa tahun 1403 Saka (1481) sebagai tarikh berdirinya Kerajaan Demak.
Kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan besar, di bawah
kepemimpinan Raden Patah (1481-1518). Negeri-negeri di pantai utara Jawa
yang sudah menganut Islam mengakui kedaulatan Demak. Bahkan Kekuasaan
Demak meluas ke Sukadana (Kalimantan Selatan), Palembang, dan Jambi.
Pada tahun 1512 dan 1513, di bawah pimpinan putranya yang bernama Adipati
Unus, Demak dengan kekuatan 90 buah jung dan 12.000 tentara berusaha
membebaskan Malaka dari kekuasaan Portugis dan menguasai perdagangan
di Selat Malaka. Karena pernah menyerang ke Malaka Adipati Unus diberi
gelar Pangeran Sabrang Lor (Pangeran yang pernah menyeberang ke utara).
Kerajaan Demak dianggap sebagai pusat penyebaran agama Islam di
Pulau Jawa. Ajaran Islam berkembang dengan pesat karena didukung oleh
peranan Walisongo. Demak banyak melahirkan wali, seperti Sunan Kalijaga,
Sunan Bonang, Sunan Kudus, dan Sunan Murya. Peranan sunan-sunan yang
berasal dari Demak ini sangat besar dalam penyebaran Islam di Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Pada masa pemerintahan Raden Patah, ia didampingi oleh
Sunan Kalijaga yang sangat berjasa dalam pembangunan Masjid Demak,
yang gaya arsitekturnya merupakan perpaduan antara gaya Jawa (Hindu)
dengan gaya Islam. Kehidupan sosial masyarakat Demak sudah mendapat
pengaruh Islam,
Ambisi Kerajaan Demak menjadi negara maritim diwujudkan dengan
upayanya merebut Malaka dari tangan Portugis, namun upaya ini ternyata
tidak berhasil.
Setelah Raden Patah wafat pada tahun 1518 M, Kerajaan Demak dipimpin
oleh Adipati Unus (1518-1521). Ia menjadi Sultan Demak selama tiga tahun.
Kemudian ia digantikan oleh adiknya yang bernama Sultan Trenggana (1521-
1546) melalui perebutan takhta dengan Pangeran Sekar Sedo Lepen. Untuk
memperluas daerah kekuasaannya, Sultan Trenggana menikahkan putra-putrinya,
antara lain dinikahkan dengan Pangeran Hadiri dari Kalinyamat (Jepara) dan
Pangeran Adiwijaya dari Pajang. Sultan Trenggana berhasil meluaskan
kekuasaannya ke daerah pedalaman. Ia berhasil menaklukkan Daha (Kediri),
Madiun, dan Pasuruan. Pada saat melancarkan ekspedisi melawan Panarukan,
Sultan Trenggana terbunuh. Pada masa Sultan Trenggana, wilayah kekuasaan
Kerajaan Demak sangat luas meliputi Banten, Jayakarta, Cirebon (Jawa Barat),
Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur.
Wafatnya Sultan Trenggana (1546) menyebabkan kemunduran Kerajaan
Demak. Terjadi perebutan kekuasaan antara Pangeran Prawato (putra Sultan
Trenggana) dengan Aria Panangsang (keturunan Sekar Sedo Lepen (adik
Sultan Trenggana)). Dalam perebutan kekuasaan itu, Aria Panangsang membunuh
Pangeran Prawoto dan putranya, Pangeran Hadiri. Ratu Kalinyamat dan Aria
Pangiri memohon bantuan kepada Adiwijaya di Pajang. Dalam pertempuran
itu, Adiwijaya berhasil membunuh Aria Panangsang. Setelah itu, Adiwijaya
memindahkan ibu kota Kerajaan Demak ke Pajang pada tahun 1568. Peristiwa
ini menjadi akhir dari Kerajaan Demak.

sejarah kerajaan islam di indonesia

nama;ambar arivah(4)
kelas;xi ipa 3
Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh berdiri dan muncul sebagai kekuatan baru di Selat Malaka,
pada abad ke-16 setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Para pedagang
Islam tidak mengakui kekuasaan Portugis di Malaka dan segera memindahkan
jalur perniagaan ke bandar-bandar lainnya di seluruh Nusantara. Peran Malaka
sebagai pusat perdagangan internasional digantikan oleh Aceh selama beberapa
abad. Di Selat Malaka, Kerajaan Aceh bersaing dengan Kerajaan Johor
di Semenanjung Malaysia.
Kerajaan Aceh didirikan oleh Ali Mughayat Syah, adalah pendiri Kerajaan
Aceh dan sekaligus sebagai raja pertamanya. Pada tahun 1514 - 1528 ia
mulai bertakhta. Letak Kerajaan Aceh di Kutaraja (Banda Aceh sekarang).
Pada tahun 1520, Kerajaan Aceh berhasil menguasai Daerah Pasai, Deli,
dan Aru. Penguasaan terhadap daerah-daerah tersebut menyebabkan Aceh
dapat mengontrol daerah penghasil lada dan emas.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607 1636), Kerajaan
Aceh mencapai puncak kejayaan. Wilayah kekuasaan Aceh pada saat itu
meliputi Semenanjung Malaya dan sebagian Sumatra, kecuali Palembang dan
Lampung yang dipengaruhi Banten. Perdagangan di Selat Malaka berkembang
pesat dan Aceh memiliki hegemoni atas Selat Malaka, walaupun pelabuhan
Malaka gagal dikuasai. Pelabuhan Aceh dibuka luas menjadi suatu bandar
transito yang dapat menghubungkan perdagangan Islam di dunia Barat. Pada
masa Sultan Iskandar Muda ini juga dibangun masjid besar Aceh yang berdiri
hingga saat ini yaitu Masjid Baiturrahman.
Secara ekonomi masyarakat Aceh mengalami perkembangan secara pesat.
Hal ini disebabkan daerahnya yang subur. Kesuburan tersebut ditandai dengan
dihasilkannya barang-barang ekspor lainnya seperti beras, timah, emas, perak,
dan rempah-rempah di pelabuhan Aceh. Pada masa Iskandar Muda, ia berusaha
mengembangkan tanaman lada sebagai komoditas dagang utama. Agar harga
lada di Aceh tetap tinggi, kebun-kebun di Kedah dibabat habis, sedangkan
kebun lada di Aceh terus dipelihara. Dengan cara ini, pedagang-pedagang
dari Barat hanya bisa membeli lada dari Aceh. Dengan monopoli ini, Aceh
memperoleh keuntungan yang besar.
Kerajaan Aceh memiliki hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan
lain, baik dari Barat maupun dari Timur. Pertukaran diplomat dan kerja sama
ekonomi dengan Turki telah terbina sejak tahun 1582. Menurut Hikayat
Aceh, Kerajaan Aceh telah mengadakan perjanjian politik dan dagang dengan
Kamboja, Champa, Chiangmai, Lamer, Pashula, dan Cina. Selain itu, Aceh
juga memiliki hubungan diplomatik dengan Prancis, Inggris, dan Belanda.
Kerajaan Aceh mengalami kemunduran sepeninggal Sultan Iskandar Muda,
pada tahun 1636. Penggantinya Sultan Iskandar Thani (1637-1641), melakukan
perluasan wilayah seperti yang dilakukan oleh sultan-sultan sebelumnya. Setelah
itu, tidak ada lagi sultan yang mampu mengendalikan Aceh. Faktor lainnya
yaitu perselisihan yang terus terjadi antara golongan Teuku dan golongan
Tengku. Teuku adalah golongan bangsawan, sedangkan Tengku adalah pemuka
agama. Kerajaan Aceh bertahan selama empat abad, sampai Belanda
mengalahkannya dalam Perang Aceh (1873-1912).

sejarah kerajaan islam di indonesia

nama;Kunti fhatimataz z(21)
kelas;xi ipa 3
f. Kerajaan Banten
Kerajaan yang terletak di barat Pulau Jawa ini pada awalnya merupakan bagian dari Kerajaan Demak. Banten direbut oleh pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahillah. Fatahillah adalah menantu dari Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah adalah salah seorang wali yang diberi kekuasaan oleh Kerajaan Demak untuk memerintah di Cirebon. Syarif Hidayatullah memiliki 2 putra laki-laki, pangeran Pasarean dan Pangeran Sabakingkin. Pangeran Pasareaan berkuasa di Cirebon. Pada tahun 1522, Pangeran Saba Kingkin yang kemudian lebih dikenal dengan nama Hasanuddin diangkat menjadi Raja Banten.
Setelah Kerajaan Demak mengalami kemunduran, Banten kemudian melepaskan diri dari Demak. Berdirilah Kerajaan Banten dengan rajanya Sultan Hasanudin (1522- 1570). Pada masa pemerintahannya, pengaruh Banten sampai ke Lampung. Artinya, Bantenlah yang menguasai jalur perdagangan di Selat Sunda. Para pedagang dari Cina, Persia, Gujarat, Turki banyak yang mendatangi bandar-bandar di Banten. Kerajaan Banten berkembang menjadi pusat perdagangan selain karena letaknya sangat strategis, Banten juga didukung oleh beberapa faktor di antaranya jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) sehingga para pedagang muslim berpindah jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Faktor lainnya, Banten merupakan penghasil lada dan beras, komoditi yang laku di pasaran dunia.
Sultan Hasanudin kemudian digantikan putranya, Pangeran Yusuf (1570-1580).
Pada masa pemerintahannya, Banten berhasil merebut Pajajaran dan Pakuan.
Pangeran Yusuf kemudian digantikan oleh Maulana Muhammad. Raja yang bergelar Kanjeng Ratu Banten ini baru berusia sembilan tahun ketika diangkat menjadi raja. Oleh sebab itu, dalam menjalankan roda pemerintahan, Maulana Muhammad dibantu oleh Mangkubumi. Dalam tahun 1595, dia memimpin ekspedisi menyerang Palembang. Dalam pertempuran itu, Maulana Muhammad gugur.
Maulana Muhammad kemudian digantikan oleh putranya Abu’lmufakhir yang baru berusia lima bulan. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Abu’lmufakhir dibantu oleh Jayanegara. Abu’lmufakhir kemudian digantikan oleh Abu’ma’ali Ahmad Rahmatullah. Abu’ma’ali Ahmad Rahmatullah kemudian digantikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1692).
Sultan Ageng Tirtayasa menjadikan Banten sebagai sebuah kerajaan yang maju dengan pesat. Untuk membantunya, Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 1671 mengangkat purtanya, Sultan Abdulkahar, sebagi raja pembantu. Namun, sultan yang bergelar Sultan Haji berhubungan dengan Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa yang tidak menyukai hal itu berusaha mengambil alih kontrol pemerintahan, tetapi tidak berhasil karena Sultan Haji didukung Belanda. Akhirnya, pecahlah perang saudara. Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap dan dipenjarakan. Dengan demikian, lambat laun Banten mengalami kemunduran karena tersisih oleh Batavia yang berada di bawah kekuasaan Belanda.

sejarah kerajaan islam di indonesia

nama:Wahyuni(40)
kelas:XI IPA 3
KESULTANAN TERNATE
1. Sejarah
a. asal usul
Pulau Ternate merupakan sebuah pulau gunung api seluas 40 km persegi, terletak di Maluku
Utara, Indonesia. Penduduknya berasal dari Halmahera yang datang ke Ternate dalam suatu
migrasi. Pada awalnya, terdapat empat kampung di Ternate, masing-masing kampung
dikepalai oleh seorang Kepala Marga, dalam bahasa Ternate disebut Momole. Lambat laun,
empat kampung ini kemudian bergabung membentuk sebuah kerajaan yang mereka namakan
Ternate. Selain Ternate, terdapat juga kerajaan lain di kawasan Maluku Utara, yaitu: Tidore,
Jailolo, Bacan, Obi dan Loloda.
Dalam sejarahnya, Ternate merupakan daerah terkenal penghasil rempah-rempah, karena itu,
banyak pedagang asing dari India, Arab, Cina dan Melayu yang datang untuk berdagang.
Sebagai wakil masyarakat, yang berhubungan dengan para pedagang tersebut adalah para
kepala marga (momole).
Bagaimana awal cerita pembentukan Kerajaan Ternate? Ceritanya, seiring semakin
meningkatnya aktifitas perdagangan, dan adanya ancaman eksternal dari para lanun atau
perompak laut, maka kemudian timbul keinginan untuk mempersatukan kampung-kampung
yang ada di Ternate, agar posisi mereka lebih kuat. Atas prakarsa momole Guna, pemimpin
Tobona, kemudian diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat
dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja. Hasilnya, momole Ciko, pemimpin
Sampalu, terpilih dan diangkat sebagai Kolano (raja) pertama pada tahun 1257 M dengan
gelar Baab Mashur Malamo. Baab Manshur berkuasa hingga tahun 1272 M. Kerajaan Ternate
memainkan peranan penting di kawasan ini, dari abad ke-13 hingga 17 M, terutama di sektor
perdagangan. Dalam sejarah Indonesia, Kesultanan Ternate merupakan salah satu di antara
kerajaan Islam tertua di nusantara, dikenal juga dengan nama Kerajaan Gapi. Tapi, nama
Ternate jauh lebih populer dibanding Gapi.
b. Pembentukan Persekutuan
Sebagaimana disebutkan di atas, selain Ternate, di Maluku juga terdapat beberapa kerajaan
lain yang juga memiliki pengaruh. Masing-masing kerajaan bersaing untuk menjadi kekuatan
hegemonik. Dalam perkembangannya, Ternate tampaknya berhasil menjadi kekuatan
hegemonik di wilayah tersebut, berkat kemajuan perdagangan dan kekuatan militer yang
mereka miliki. Selanjutnya, Ternate mulai melakukan ekspansi wilayah, sehingga
menimbulkan kebencian kerajaan lainnya. Dari kebencian, akhirnya berlanjut pada
peperangan. Untuk menghentikan konflik yang berlarut-larut, kemudian Raja Ternate ke-7,
yaitu Kolano Cili Aiya (1322-1331) mengundang raja-raja Maluku yang lain untuk berdamai.
Setelah pertemuan, akhirnya mereka sepakat membentuk suatu persekutuan yang dikenal
sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond. Hasil lain pertemuan adalah, kesepakatan untuk
menyeragamkan bentuk lembaga kerajaan di Maluku. Pertemuan ini diikuti oleh 4 raja terkuat
Maluku, oleh sebab itu, persekutuan tersebut disebut juga sebagai Persekutuan Moloku Kie
Raha (Empat Gunung Maluku).
c. Islam di Ternate
Diperkirakan, Islam sudah lama masuk secara diam-diam ke Ternate melalui jalur
perdagangan. Hal ini ditandai dengan banyaknya pedagang Arab yang datang ke wilayah
tersebut untuk berdagang, bahkan ada yang bermukim. Selain melalui perdagangan,
penyebaran Islam juga dilakukan lewat jalur dakwah. Muballigh yang terkenal dalam
menyebarkan Islam di kawasan ini adalah Maulana Hussain dan Sunan Giri
Ada dugaan, sebelum Kolano Marhum, sudah ada Raja Ternate yang memeluk Islam, namun,
hal ini masih menjadi perdebatan. Secara resmi, Raja Ternate yang diketahui memeluk Islam
adalah Kolano Marhum (1465-1486 M), Raja Ternate ke-18. Anaknya, Zainal Abidin (1486-
1500) yang kemudian menggantikan ayahnya menjadi raja, pernah belajar di Pesantren
Sunan Giri di Gresik. Saat itu, ia dikenal dengan sebutan Sultan Bualawa (Sultan Cengkeh).
Ketika menjadi Sultan, Zainal Abidin kemudian mengadopsi hukum Islam sebagai undangundang
kerajaan. Ia juga mengganti gelar Kolano dengan sultan. Untuk memajukan sektor
pendidikan, ia juga membangun sekolah (madrasah). Sejak saat itu, Islam berkembang pesat
di Ternate dan menjadi agama resmi kerajaan.
d. Kedatangan Penjajah Eropa
Orang Eropa pertama yang datang ke Ternate adalah Loedwijk de Bartomo (Ludovico
Varthema) pada tahun 1506 M. Enam tahun kemudian, pada 1512 M, rombongan orang
Portugis tiba di Ternate di bawah pimpinan Fransisco Serrao. Ketika pertama kali datang,
bangsa kulit putih ini masih belum menunjukkan watak imperialismenya. Saat itu, mereka
masih menunjukkan itikad baik sebagai pedagang rempah-rempah. Oleh sebab itu, Sultan
Bayanullah (1500-1521) yang berkuasa di Ternate saat itu memberi izin pada Portugis untuk
mendirikan pos dagang.
Sebenarnya, Portugis datang bukan hanya untuk berdagang, tapi juga menjajah dan
menguras kekayaan Ternate untuk dibawa ke negerinya. Namun, niat jahat ini tidak diketahui
oleh orang-orang Ternate. Ketika Sultan Bayanullah wafat, ia meninggalkan seorang
permaisuri bernama Nukila, dan dua orang putera yang masih belia, Pangeran Hidayat dan
Pangeran Abu Hayat. Selain itu, adik Sultan Bayanullah, Pangeran Taruwese juga masih hidup
dan ternyata berambisi menjadi Sultan Ternate. Portugis segera memanfaatkan situasi dengan
mengadu domba kedua belah pihak hingga pecah perang saudara. Dalam perang saudara
tersebut, Portugis berpihak pada Pangeran Taruwese, sehingga Taruwese berhasil
memenangkan peperangan. Tak disangka, setelah memenangkan peperangan, Pangeran
Taruwese justru dikhianati dan dibunuh oleh Portugis. Kemudian, Portugis memaksa Dewan
Kerajaan untuk mengangkat Pangeran Tabarij sebagai Sultan Ternate. Sejak saat itu,
Pangeran Tabarij menjadi Sultan Ternate. Dalam perkembangannya, Tabarij juga tidak
menyukai tindak-tanduk Portugis di Ternate. Akhirnya, ia difitnah Portugis dan dibuang ke
Goa-India. Di sana, ia dipaksa menandatangani perjanjian untuk menjadikan Ternate sebagai
kerajaan Kristen, namun, ia menolaknya. Sultan Khairun yang menggantikan Tabarij juga
menolak mentah-mentah perjanjian ini.
Tindak-tanduk Portugis yang sewenang-wenang terhadap rakyat dan keluarga sultan di
Ternate membuat Sultan Khairun jadi geram. Ia segera mengobarkan semangat perlawanan
terhadap Portugis. Untuk memperkuat posisi Ternate dan mencegah datangnya bantuan
Portugis dari Malaka, Ternate kemudian membentuk persekutuan segitiga dengan Demak dan
Aceh, sehingga Portugis kesulitan mengirimkan bantuan militer ke Ternate. Portugis hampir
mengalami kekalahan. Untuk menghentikan peperangan, kemudian Gubernur Portugis di
Ternate, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun untuk berunding. Berbekal kelicikan
dan kejahatan yang memang telah biasa mereka lakukan, Portugis kemudian membunuh
Sultan Khairun di meja perundingan.
Sultan Babullah (1570-1583 M) kemudian naik menjadi Sultan Ternate menggantikan Sultan
Khairun yang dibunuh Portugis. Ia segera memobilisasi kekuatan untuk menggempur
kekuatan Portugis di seluruh Maluku dan wilayah timur Indonesia. Setelah berperang selama
lima tahun, akhirnya Ternate berhasil mengusir Portugis untuk selamanya dari bumi Maluku
pada tahun 1575 M. Dalam sejarah perlawanan rakyat Indonesia, ini merupakan kemenangan
pertama bangsa Indonesia melawan penjajah kulit putih.

sejarah kerajaan islam di indonesia

 NAMA:KUNTI FATHIMATAZ Z(21)
KELAS;XI IPA 3
KERAJAAN GOWA
1. Sejarah
Menurut mitologi, sebelum kedatangan Tomanurung di tempat yang kemudian menjadi bagian
dari wilayah kerajaan Gowa, sudah terbentuk sembilan pemerintahan otonom yang disebut
Bate Selapang atau Kasuwiyang Salapang (gabungan/federasi). Sembilan pemerintahan
otonom tersebut adalah Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agang Jekne, Bissei, Kalling
dan Serro. Pada awalnya, kesembilan pemerintahan otonom ini hidup berdampingan dengan
damai, namun, lama kelamaan, muncul perselisihan karena adanya kecenderugnan untuk
menunjukkan keperkasaan dan semangat ekspansi. Untuk mengatasi perselisihan ini,
kesembilan pemerintahan otonom ini kemudian sepakat memilih seorang pemimpin di antara
mereka yang diberi gelar Paccallaya. Ternyata rivalitas tidak berakhir dengan kesepakan ini,
karena masing-masing wilayah berambisi menjadi ketua Bate Selapang. Di samping itu,
Paccallaya ternyata juga tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Hingga
suatu ketika, tersiar kabar bahwa di suatu tempat yang bernama Taka Bassia di Bukit
Tamalate, hadir seorang putri yang memancarkan cahaya dan memakai dokoh yang indah.
Mendengar ada seorang putri di Taka Basia, Paccallaya dan Bate Salapang mendatangi tempat
itu, duduk tafakkur mengelilingi cahaya tersebut. Lama-kelamaan, cahaya tersebut menjelma
menjadi wanita cantik, yang tidak diketahui nama dan asal-usulnya. Oleh karena itu, mereka
menyebutnya Tomanurung. Lalu, Paccallaya bersama Kasuwiyang Salapang berkata pada
Tomanurung tersebut, “kami semua datang kemari untuk mengangkat engkau menjadi raja
kami, sudilah engkau menetap di negeri kami dan sombaku lah yang merajai kami”. Setelah
permohonan mereka dikabulkan, Paccallaya bangkit dan berseru, “Sombai Karaeng Nu To
Gowa (sembahlah rajamu wahai orang-orang Gowa).
Tidak lama kemudian, datanglah dua orang pemuda yang bernama Karaeng Bayo dan
Lakipadada, masing-masing membawa sebilah kelewang. Paccallaya dan kasuwiyang
kemudian mengutarakan maksud mereka, agar Karaeng Bayo dan Tomanurung dapat
dinikahkan agar keturunan mereka bisa melanjutkan pemerintahan kerajaan Gowa. Kemudain
semua pihak di situ membuat suatu ikrar yang intinya mengatur hak, wewenang dan
kewajiban orang yang memerintah dan diperintah. Ketentuan tersebut berlaku hingga
Tomanurung dan Karaeng Bayo menghilang, ketika anak tunggal mereka Tumassalangga
Baraya lahir. Anak tunggal inlah yang selanjutnya mewarisi kerajaan Gowa.
Kerajaan Gowa mencapai puncak keemasannya pada abad XVI yang lebih populer dengan
sebutan kerajaan kembar “Gowa-Tallo” atau disebut pula zusterstaten (kerajaan bersaudara).
Kerajaan Dwi-Tunggal ini terbentuk pada masa pemerintahan Raja Gowa IX, Karaeng
Tumaparissi Klonna (1510-1545), dan ini sangat sulit dipisahkan karena kedua kerajaan telah
menyatakan ikrar bersama, yang terkenal dalam pribahasa “Rua Karaeng Na Se’re Ata” (“Dua
Raja tetapai satu rakyat”). Oleh karena itu, kesatuan dua kerajaan itu disebut Kerajaan
Makassar.
Masa kejayaan Kerajaan Gowa tidak terlepas dari peran yang dimainkan oleh Karaeng
Patingalloang, Mangkubumi Kerajaan yang berkuasa 1639-1654. Nama lengkapnya adalah I
Mangadicinna Daeng Sitaba Sultan Mahmud, putra Raja Tallo VII, Mallingkaang Daeng Nyonri
Karaeng Matowaya. Sewaktu Raja Tallo I Mappaijo Daeng Manyuru diangkat menjadi raja
Tallo, usianya baru satu tahun. Karaeng Pattingalloang diangkat untuk menjalankan
kekuasaannya sampai I Mappoijo cukup usia. Oleh karena itu dalam beberapa catatan
disebutkan bahwa Karaeng Pattingalloang adalah Raja Tallo IX.
Karaeng Pattingalloang diangkat menjadi sebagai Mengkubumi Kerajaan Gowa-Tallo pada
tahun 1639-1654, mendampingi Sultan Malikussaid, yang memerintah pada tahun 1639-1653.
Karaeng Pattingalloang, dilantik menjadi Tumabbicara Butta Kerajaan pada hari Sabtu,
tanggal 18 Juni 1639. Jabatan itu didapatkannya setelah ia menggantikan ayahnya Karaeng
Matowaya. Pada saat ini menjabat Mangkubumi, Karajaan Makassar telah menjadi sebuah
kerajaan terkenal dan banyak mengundang perhatian negeri-negeri lainnya.
Karaeng Pattingalloang adalah putra Gowa yang kepandaiannya atau kecakapannya melebihi
orang-orang Bugis Makassar pada umumnya. Dalam usia 18 tahun ia telah menguasai banyak
bahasa, di antaranya bahasa Latin, Yunani, Itali, Perancis, Belanda, Arab, dan beberapa
bahasa lainnya. Selain itu juga memperdalam ilmu falak. Pemerintah Belanda melalui wakilwakilnya
di Batavia di tahun 1652 menghadiahkan sebuah bola dunia (globe) yang khusus
dibuat di negeri Belanda, yang diperkirakan harganya f 12.000. Beliau meninggal pada tanggal
17 September 1654 di Kampung Bontobiraeng. Sebelum meninggalnya ia telah
mempersiapkan 500 buah kapal yang masing-masing dapat memuat 50 awak untuk
menyerang Ambon.
Karaeng Pattingolloang adalah juga seorang pengusaha internasional, beliau bersama dengan
Sultan Malikussaid berkongsi dengan pengusaha besar Pedero La Matta, Konsultan dagang
Spanyol di Bandar Somba Opu, serta dengan seorang pelaut ulung Portugis yang bernama
Fransisco Viera dengan Figheiro, untuk berdagang di dalam negeri. Karaeng Pattingalloang
berhasil mengembangkan/meningkatkan perekonomian dan perdagangan Kerajaan Gowa. Di
kota Raya Somba Opu, banyak diperdagangkan kain sutra, keramik Cina, kain katun India,
kayu Cendana Timor, rempah-rempah Maluku, dan Intan Berlian Borneo.
Pada pedagang-pedagang Eropa yang datang ke Makassar biasanya membawa buah tangan
yang diberikan kepada para pembesar dan bangsawan-bangsawan di Kerajaan Gowa. Buah
tangan itu kerap kali juga disesuaikan dengan pesan yang dititipkan ketika mereka kembali ke
tempat asalnya. Karaeng Pattingalloang ketika diminta buah tangan apa yang diinginkannya,
jawabnya adalah buku. Oleh karena itu tidak mengherankan jika Karaeng Pattingalloang
memiliki banyak koleksi buku dari berbagai bahasa.

sejarah kerajaan islam di indonesia

Nama;WAHYUNI(40)
kelas:XI IPA 3
KERAJAAN BANJAR
1. Sejarah
Penghuni pertama Kalimantan Selatan diperkirakan terkonsentrasi di desa-desa besar, di
kawasan pantai kaki Pegunungan Meratus yang lambat laun berkembang menjadi kota-kota
bandar yang memiliki hubungan perdagangan dengan India dan Cina. Dalam
perkembangannya, konsentrasi penduduk juga terjadi di aliran Sungai Tabalong. Pada abad ke
5 M, diperkirakan telah berdiri Kerajaan Tanjungpuri yang berpusat di Tanjung, Tabalong.
Jauh beberapa abad kemudian, orang-orang Melayu dari Sriwijaya banyak yang datang ke
kawasan ini. Mereka memperkenalkan bahasa dan kebudayaan Melayu sambil berdagang.
Selanjutnya, kemudian terjadi asimilasi dengan penduduk tempatan yang terdiri dari suku
Maanyan, Lawangan dan Bukit. Maka, kemudian berkembang bahasa Melayu yang bercampur
dengan bahasa suku-suku daerah tempatan, yang kemudian membentuk bahasa Banjar
Klasik.
Untuk mengetahui sejarah Banjar lebih lanjut, historiografi tradisional masyarakat tempatan
sangat banyak membantu. Di antara sumber yang paling populer adalah Hikayat Lambung
Mangkurat, atau Hikayat Banjar. Berdasarkan sumber tersebut, di daerah Banjar telah berdiri
Kerajaan Hindu, yaitu Negara Dipa yang berpusat di Amuntai. Kemudian berdiri Negara Daha
yang berpusat di daerah sekitar Negara sekarang. Menurut Hikayat Banjar tersebut, Negara
Dipa adalah kerajaan pertama di Kalimantan Selatan.
Cikal bakal Raja Dipa bisa dirunut dari keturunan Aria Mangkubumi. Ia adalah seorang
saudagar kaya, tapi bukan keturunan raja. Oleh sebab itu, berdasarkan sistem kasta dalam
Hindu, ia tidak mungkin menjadi raja. Namun, dalam pratiknya, ia memiliki kekuasaan dan
pengaruh yang dimiliki oleh seorang raja. Ketika ia meninggal, penggantinya adalah Ampu
Jatmika, yang kemudian menjadi raja pertama Negara Dipa. Untuk menutupi kekurangannya
yang tidak berasal dari keturunan raja, Jatmika kemudian banyak mendirikan bangunan,
seperti candi, balairung, kraton dan arca berbentuk laki-laki dan perempuan yang ditempatkan
di candi. Segenap warga Negara Dipa diwajibkan menyembah arca ini.
Ketika Ampu Jatmika meninggal dunia, ia berwasiat agar kedua anaknya, Ampu Mandastana
dan Lambung Mangkurat tidak menggantikannya, sebab mereka bukan keturunan raja. Tapi
kemudian, Lambung Mangkurat berhasil mencari pengganti raja, dengan cara mengawinkan
seorang putri Banjar, Putri Junjung Buih dengan Raden Putera, seorang pangeran dari
Majapahit. Setelah menjadi raja, Raden Putera memakai gelar Pangeran Suryanata,
sementara Lambung Mangkurat memangku jabatan sebagai Mangkubumi.
Setelah Negara Dipa runtuh, muncul Negara Daha yang berpusat di Muara Bahan. Saat itu,
yang memerintah di Daha adalah Maharaja Sukarama. Ketika Sukarama meninggal, ia
berwasiat agar cucunya Raden Samudera yang menggantikan. Tapi, karena masih kecil,
akhirnya Raden Samudera kalah bersaing dengan pamannya, Pangeran Tumenggung yang
juga berambisi menjadi raja. Atas nasehat Mangkubumi Aria Tranggana dan agar terhindar
dari pembunuhan, Raden Samudera kemudian melarikan diri dari Daha, dengan cara menghilir
sungai melalui Muara Bahan ke Serapat, Balandian, dan memutuskan untuk bersembunyi di
daerah Muara Barito. Di daerah aliran Sungai Barito ini, juga terdapat beberapa desa yang
dikepalai oleh para kepala suku. Di antara desa-desa tersebut adalah Muhur, Tamban, Kuwin,
Balitung dan Banjar. Kampung Banjar merupakan perkampungan Melayu yang dibentuk oleh
lima buah sungai yakni Sungai Pandai, Sungai Sigaling, Sungai Karamat, Jagabaya dan Sungai
Pangeran (Pageran). Semuanya anak Sungai Kuwin. Desa Banjar ini terletak di tengah-tengah
pemukiman Oloh Ngaju di Barito Hilir.
Orang-orang Dayak Ngaju menyebut orang yang berbahasa Melayu dengan sebutan Masih.
Oleh karena itu, desa Banjar tersebut kemudian disebut Banjarmasih, dan pemimpinnya
disebut Patih Masih. Desa-desa di daerah Barito ini semuanya takluk di bawah Daha dengan
kewajiban membayar pajak dan upeti. Hingga suatu ketika, Patih Masih mengadakan
pertemuan dengan Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, Patih Kuwin untuk berunding, agar
bisa keluar dari pengaruh Daha, dan menjadikan kawasan mereka merdeka dan besar.
Keputusannya, mereka sepakat mencari Raden Samudera, cucu Maharaja Sukarama yang
kabarnya sedang bersembunyi di daerah Balandean, Sarapat. Kemudian, mereka juga sepakat
memindahkan bandar perdagangan ke Banjarmasih. Selanjutnya, di bawah pimpinan Raden
Samudera, mereka memberontak melawan kerajaan Daha. Peristiwa ini terjadi pada abad ke-
16 M. Pemberontakan ini amat penting, karena telah mengakhiri eksistensi Kerajaan Daha,
yang berarti akhir dari era Hindu. Selanjutnya, masuk ke era Islam dan berdirilah Kerajaan
Banjar.
Dalam sejarah pemberontakan itu, Raden Samudera meminta bantuan Kerajaan Demak di
Jawa. Dalam Hikayat Banjar disebutkan, Raden Samudera mengirim duta ke Demak untuk
mengadakan hubungan kerja sama militer. Utusan tersebut adalah Patih Balit, seorang
pembesar Kerajaan Banjar. Utusan menghadap Sultan Demak dengan seperangkat hadiah
sebagai tanda persahabatan berupa sepikul rotan, seribu buah tudung saji, sepuluh pikul lilin,
seribu bongkah damar dan sepuluh biji intan. Pengiring duta kerajaan ini sekitar 400 orang.
Demak menyambut baik utusan ini, dan sebagai persyaratan, Demak meminta kepada utusan
tersebut, agar Raja Banjar dan semua pembesar mau memeluk agama Islam. Atas bantuan
Demak, Pangeran Samudera berhasil mengalahkan Pangeran Tumenggung, penguasa Daha,
sekaligus menguasai seluruh daerah taklukan Daha.

sejarah kerajaan islam di indonesia

nama :wahyuni(40)
kelas :xi ipa 3

KESULTANAN PERLAK
1. Sejarah
Analisis dan pemikiran tentang bagaimana sejarah masuknya Islam di Indonesia dipahami
melalui sejumlah teori. Aji Setiawan, misalnya melihat bahwa Kesultanan Perlak datangnya
Islam ke nusantara bisa ditelisik melalui tiga teori, yaitu teori Gujarat, teori Arab, dan teori
Persia. Teori Gujarat memandang bahwa asal muasal datangnya Islam di Indonesia adalah
melalui jalur perdagangan Gujarat India pada abad 13-14. Teori ini biasanya banyak
digunakan oleh ahli-ahli dari Belanda. Salah seorang penganutnya, W.F. Stuterheim
menyatakan bahwa Islam mulai masuk ke nusantara pada abad ke-13 yang didasarkan pada
bukti batu nisan sultan pertama dari Kerajaan Samudera Pasai, yakni Malik Al-Saleh pada
tahun 1297. Menurut teori ini, masuknya Islam ke nusantara melalui jalur perdagangan
Indonesia-Cambay (India)-Timur Tengah–Eropa.
Teori Persia lebih menitikberatkan pada realitas kesamaan kebudayaan antara masyarakat
Indonesia pada saat itu dengan budaya Persia. Sebagai contoh misalnya kesamaan konsep
wahdatul wujud-nya Hamzah Fanshuri dengan al-Hallaj. Sedangkan teori Arab berpandangan
sebaliknya. T.W. Arnold, salah seorang penganutnya berargumen bahwa para pedagang Arab
yang mendominasi perdagangan Barat-Timur sejak abad ke-7 atau 8 juga sekaligus
melakukan penyebaran Islam di nusantara pada saat itu. Penganut teori ini lainnya, Naquib al-
Attas melihat bahwa bukti kedatangan Islam ke nusantara ditandai dengan karaktek Islam
yang khas, atau disebut dengan “teori umum tentang Islamisasi nusantara” yang didasarkan
pada literatur nusantara dan pandangan dunia Melayu. Di samping tiga teori umum di atas,
ada teori lain yang memandang bahwa datangnya Islam ke nusantara berasal dari Cina, atau
yang disebut dengan teori Cina.
Berdasarkan paparan teori-teori di atas, dapat diperkirakan bahwa Islam telah masuk ke
Indonesia sejak abad 7 atau 8 M. Pada abad ke-13, Islam sudah berkembang pesat. Menurut
catatan A. Hasymi, Kesultanan Perlak merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang
berdiri pada tanggal 1 Muharam 225 H atau 804 M. Kesultanan ini terletak di wilayah Perlak,
Aceh Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia.
Nama Kesultanan Perlak sebagai sejarah permulaan masuknya Islam di Indonesia kurang
begitu dikenal dibandingkan dengan Kesultanan Samudera Pasai. Namun demikian, nama
Kesultanan Perlak justru terkenal di Eropa karena kunjungan Marco Polo pada tahun 1293.
a. Sejarah Masuknya Islam
Kesultanan Perlak berdiri pada tahun 840 dan berakhir pada tahun 1292. Proses berdirinya
tidak terlepas dari pengaruh Islam di wilayah Sumatera. Sebelum Kesultanan Perlak berdiri, di
wilayah Perlak sebenarnya sudah berdiri Negeri Perlak yang raja dan rakyatnya merupakan
keturunan dari Maharaja Pho He La (Meurah Perlak Syahir Nuwi) serta keturunan dari
pasukan-pasukan pengikutnya.
Pada tahun 840 ini, rombongan berjumlah 100 orang dari Timur Tengah menuju pantai
Sumatera yang dipimpin oleh Nakhoda Khilafah. Rombongan ini bertujuan untuk berdagang
sekaligus membawa sejumlah da‘i yang bertugas untuk membawa dan menyebarkan Islam ke
Perlak. Dalam waktu kurang dari setengah abad, raja dan rakyat Perlak meninggalkan agama
lama mereka (Hindu dan Buddha), yang kemudian secara sukarela berbondong-bondong
memeluk Islam.

sejarah kerajaan islam di indonesia

nama:kunti fathimatazz z.no.21
SEJARAH KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
KERAJAAN SAMUDERA PASAI
1. Sejarah
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan Islam pertama di
Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M. Bukti-bukti arkeologis
keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya makam raja-raja Pasai di kampung Geudong,
Aceh Utara. Makam ini terletak di dekat reruntuhan bangunan pusat kerajaan Samudera di
desa Beuringin, kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Di antara
makam raja-raja tersebut, terdapat nama Sultan Malik al-Saleh, Raja Pasai pertama. Malik al-
Saleh adalah nama baru Meurah Silu setelah ia masuk Islam, dan merupakan sultan Islam
pertama di Indonesia. Berkuasa lebih kurang 29 tahun (1297-1326 M). Kerajaan Samudera
Pasai merupakan gabungan dari Kerajaan Pase dan Peurlak, dengan raja pertama Malik al-
Saleh.
Seorang pengembara Muslim dari Maghribi, Ibnu Bathutah sempat mengunjungi Pasai tahun
1346 M. ia juga menceritakan bahwa, ketika ia di Cina, ia melihat adanya kapal Sultan Pasai di
negeri Cina. Memang, sumber-sumber Cina ada menyebutkan bahwa utusan Pasai secara
rutin datang ke Cina untuk menyerahkan upeti. Informasi lain juga menyebutkan bahwa,
Sultan Pasai mengirimkan utusan ke Quilon, India Barat pada tahun 1282 M. Ini membuktikan
bahwa Pasai memiliki relasi yang cukup luas dengan kerajaan luar
Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu,
dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan
Persia. Komoditas utama adalah lada. Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera
Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi
di kerajaan tersebut. Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga
merupakan pusat perkembangan agama Islam.
Seiring perkembangan zaman, Samudera mengalami kemunduran, hingga ditaklukkan oleh
Majapahit sekitar tahun 1360 M. Pada tahun 1524 M ditaklukkan oleh kerajaan Aceh.