Kamis, 02 Desember 2010

sejarah kerajaan islam di indonesia

Nama;WAHYUNI(40)
kelas:XI IPA 3
KERAJAAN BANJAR
1. Sejarah
Penghuni pertama Kalimantan Selatan diperkirakan terkonsentrasi di desa-desa besar, di
kawasan pantai kaki Pegunungan Meratus yang lambat laun berkembang menjadi kota-kota
bandar yang memiliki hubungan perdagangan dengan India dan Cina. Dalam
perkembangannya, konsentrasi penduduk juga terjadi di aliran Sungai Tabalong. Pada abad ke
5 M, diperkirakan telah berdiri Kerajaan Tanjungpuri yang berpusat di Tanjung, Tabalong.
Jauh beberapa abad kemudian, orang-orang Melayu dari Sriwijaya banyak yang datang ke
kawasan ini. Mereka memperkenalkan bahasa dan kebudayaan Melayu sambil berdagang.
Selanjutnya, kemudian terjadi asimilasi dengan penduduk tempatan yang terdiri dari suku
Maanyan, Lawangan dan Bukit. Maka, kemudian berkembang bahasa Melayu yang bercampur
dengan bahasa suku-suku daerah tempatan, yang kemudian membentuk bahasa Banjar
Klasik.
Untuk mengetahui sejarah Banjar lebih lanjut, historiografi tradisional masyarakat tempatan
sangat banyak membantu. Di antara sumber yang paling populer adalah Hikayat Lambung
Mangkurat, atau Hikayat Banjar. Berdasarkan sumber tersebut, di daerah Banjar telah berdiri
Kerajaan Hindu, yaitu Negara Dipa yang berpusat di Amuntai. Kemudian berdiri Negara Daha
yang berpusat di daerah sekitar Negara sekarang. Menurut Hikayat Banjar tersebut, Negara
Dipa adalah kerajaan pertama di Kalimantan Selatan.
Cikal bakal Raja Dipa bisa dirunut dari keturunan Aria Mangkubumi. Ia adalah seorang
saudagar kaya, tapi bukan keturunan raja. Oleh sebab itu, berdasarkan sistem kasta dalam
Hindu, ia tidak mungkin menjadi raja. Namun, dalam pratiknya, ia memiliki kekuasaan dan
pengaruh yang dimiliki oleh seorang raja. Ketika ia meninggal, penggantinya adalah Ampu
Jatmika, yang kemudian menjadi raja pertama Negara Dipa. Untuk menutupi kekurangannya
yang tidak berasal dari keturunan raja, Jatmika kemudian banyak mendirikan bangunan,
seperti candi, balairung, kraton dan arca berbentuk laki-laki dan perempuan yang ditempatkan
di candi. Segenap warga Negara Dipa diwajibkan menyembah arca ini.
Ketika Ampu Jatmika meninggal dunia, ia berwasiat agar kedua anaknya, Ampu Mandastana
dan Lambung Mangkurat tidak menggantikannya, sebab mereka bukan keturunan raja. Tapi
kemudian, Lambung Mangkurat berhasil mencari pengganti raja, dengan cara mengawinkan
seorang putri Banjar, Putri Junjung Buih dengan Raden Putera, seorang pangeran dari
Majapahit. Setelah menjadi raja, Raden Putera memakai gelar Pangeran Suryanata,
sementara Lambung Mangkurat memangku jabatan sebagai Mangkubumi.
Setelah Negara Dipa runtuh, muncul Negara Daha yang berpusat di Muara Bahan. Saat itu,
yang memerintah di Daha adalah Maharaja Sukarama. Ketika Sukarama meninggal, ia
berwasiat agar cucunya Raden Samudera yang menggantikan. Tapi, karena masih kecil,
akhirnya Raden Samudera kalah bersaing dengan pamannya, Pangeran Tumenggung yang
juga berambisi menjadi raja. Atas nasehat Mangkubumi Aria Tranggana dan agar terhindar
dari pembunuhan, Raden Samudera kemudian melarikan diri dari Daha, dengan cara menghilir
sungai melalui Muara Bahan ke Serapat, Balandian, dan memutuskan untuk bersembunyi di
daerah Muara Barito. Di daerah aliran Sungai Barito ini, juga terdapat beberapa desa yang
dikepalai oleh para kepala suku. Di antara desa-desa tersebut adalah Muhur, Tamban, Kuwin,
Balitung dan Banjar. Kampung Banjar merupakan perkampungan Melayu yang dibentuk oleh
lima buah sungai yakni Sungai Pandai, Sungai Sigaling, Sungai Karamat, Jagabaya dan Sungai
Pangeran (Pageran). Semuanya anak Sungai Kuwin. Desa Banjar ini terletak di tengah-tengah
pemukiman Oloh Ngaju di Barito Hilir.
Orang-orang Dayak Ngaju menyebut orang yang berbahasa Melayu dengan sebutan Masih.
Oleh karena itu, desa Banjar tersebut kemudian disebut Banjarmasih, dan pemimpinnya
disebut Patih Masih. Desa-desa di daerah Barito ini semuanya takluk di bawah Daha dengan
kewajiban membayar pajak dan upeti. Hingga suatu ketika, Patih Masih mengadakan
pertemuan dengan Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, Patih Kuwin untuk berunding, agar
bisa keluar dari pengaruh Daha, dan menjadikan kawasan mereka merdeka dan besar.
Keputusannya, mereka sepakat mencari Raden Samudera, cucu Maharaja Sukarama yang
kabarnya sedang bersembunyi di daerah Balandean, Sarapat. Kemudian, mereka juga sepakat
memindahkan bandar perdagangan ke Banjarmasih. Selanjutnya, di bawah pimpinan Raden
Samudera, mereka memberontak melawan kerajaan Daha. Peristiwa ini terjadi pada abad ke-
16 M. Pemberontakan ini amat penting, karena telah mengakhiri eksistensi Kerajaan Daha,
yang berarti akhir dari era Hindu. Selanjutnya, masuk ke era Islam dan berdirilah Kerajaan
Banjar.
Dalam sejarah pemberontakan itu, Raden Samudera meminta bantuan Kerajaan Demak di
Jawa. Dalam Hikayat Banjar disebutkan, Raden Samudera mengirim duta ke Demak untuk
mengadakan hubungan kerja sama militer. Utusan tersebut adalah Patih Balit, seorang
pembesar Kerajaan Banjar. Utusan menghadap Sultan Demak dengan seperangkat hadiah
sebagai tanda persahabatan berupa sepikul rotan, seribu buah tudung saji, sepuluh pikul lilin,
seribu bongkah damar dan sepuluh biji intan. Pengiring duta kerajaan ini sekitar 400 orang.
Demak menyambut baik utusan ini, dan sebagai persyaratan, Demak meminta kepada utusan
tersebut, agar Raja Banjar dan semua pembesar mau memeluk agama Islam. Atas bantuan
Demak, Pangeran Samudera berhasil mengalahkan Pangeran Tumenggung, penguasa Daha,
sekaligus menguasai seluruh daerah taklukan Daha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar