Kamis, 02 Desember 2010

sejarah kerajaan islam di indonesia

nama;ambar arivah(4)
kelas;xi ipa 3
Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh berdiri dan muncul sebagai kekuatan baru di Selat Malaka,
pada abad ke-16 setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Para pedagang
Islam tidak mengakui kekuasaan Portugis di Malaka dan segera memindahkan
jalur perniagaan ke bandar-bandar lainnya di seluruh Nusantara. Peran Malaka
sebagai pusat perdagangan internasional digantikan oleh Aceh selama beberapa
abad. Di Selat Malaka, Kerajaan Aceh bersaing dengan Kerajaan Johor
di Semenanjung Malaysia.
Kerajaan Aceh didirikan oleh Ali Mughayat Syah, adalah pendiri Kerajaan
Aceh dan sekaligus sebagai raja pertamanya. Pada tahun 1514 - 1528 ia
mulai bertakhta. Letak Kerajaan Aceh di Kutaraja (Banda Aceh sekarang).
Pada tahun 1520, Kerajaan Aceh berhasil menguasai Daerah Pasai, Deli,
dan Aru. Penguasaan terhadap daerah-daerah tersebut menyebabkan Aceh
dapat mengontrol daerah penghasil lada dan emas.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607 1636), Kerajaan
Aceh mencapai puncak kejayaan. Wilayah kekuasaan Aceh pada saat itu
meliputi Semenanjung Malaya dan sebagian Sumatra, kecuali Palembang dan
Lampung yang dipengaruhi Banten. Perdagangan di Selat Malaka berkembang
pesat dan Aceh memiliki hegemoni atas Selat Malaka, walaupun pelabuhan
Malaka gagal dikuasai. Pelabuhan Aceh dibuka luas menjadi suatu bandar
transito yang dapat menghubungkan perdagangan Islam di dunia Barat. Pada
masa Sultan Iskandar Muda ini juga dibangun masjid besar Aceh yang berdiri
hingga saat ini yaitu Masjid Baiturrahman.
Secara ekonomi masyarakat Aceh mengalami perkembangan secara pesat.
Hal ini disebabkan daerahnya yang subur. Kesuburan tersebut ditandai dengan
dihasilkannya barang-barang ekspor lainnya seperti beras, timah, emas, perak,
dan rempah-rempah di pelabuhan Aceh. Pada masa Iskandar Muda, ia berusaha
mengembangkan tanaman lada sebagai komoditas dagang utama. Agar harga
lada di Aceh tetap tinggi, kebun-kebun di Kedah dibabat habis, sedangkan
kebun lada di Aceh terus dipelihara. Dengan cara ini, pedagang-pedagang
dari Barat hanya bisa membeli lada dari Aceh. Dengan monopoli ini, Aceh
memperoleh keuntungan yang besar.
Kerajaan Aceh memiliki hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan
lain, baik dari Barat maupun dari Timur. Pertukaran diplomat dan kerja sama
ekonomi dengan Turki telah terbina sejak tahun 1582. Menurut Hikayat
Aceh, Kerajaan Aceh telah mengadakan perjanjian politik dan dagang dengan
Kamboja, Champa, Chiangmai, Lamer, Pashula, dan Cina. Selain itu, Aceh
juga memiliki hubungan diplomatik dengan Prancis, Inggris, dan Belanda.
Kerajaan Aceh mengalami kemunduran sepeninggal Sultan Iskandar Muda,
pada tahun 1636. Penggantinya Sultan Iskandar Thani (1637-1641), melakukan
perluasan wilayah seperti yang dilakukan oleh sultan-sultan sebelumnya. Setelah
itu, tidak ada lagi sultan yang mampu mengendalikan Aceh. Faktor lainnya
yaitu perselisihan yang terus terjadi antara golongan Teuku dan golongan
Tengku. Teuku adalah golongan bangsawan, sedangkan Tengku adalah pemuka
agama. Kerajaan Aceh bertahan selama empat abad, sampai Belanda
mengalahkannya dalam Perang Aceh (1873-1912).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar